Dewasa ini, dunia usaha memang telah menjadi sorotan utama. Walau, PNS tetap ‘seakan’ menjadi prioritas utama. Tapi, disamping itu semua, memang patut kita akui bahwa jiwa wirausaha mulai tumbuh subur dan mekar di sekitar kita. Hal ini tampak, ketika ada di antara kita menggantungkan harapannya, “Aku ingin buka usaha...” Bagi saya, ini salah satu bukti dari jiwa terpendam akan wirausaha. Apalagi, Aceh, pernah mencapai masa kejayaannya dengan dagang (saudagar). Bisa jadi, jiwa yang dulu hilang mulai bangkit lagi dari masa istirahatnya. Dan tentu, ini positif!
Selain itu, ada asalan lain yang menjadikan Wirausaha sebagai ladang uang. Hal ini (secara tidak langsung) berkat motivator bisnis atau pembisnis selalu mengiming-ngimingkan, “Mau kaya, uang banyak, jadilah pengusaha.” Sungguh, kata-kata “Kaya” dan “Uang” banyak selalu digaungkan. Tak salah memang, tapi saya melihat ini seakan mengajak kita hanya memiki kehidupan dunia. KAYA dan UANG!
Lho..?? Kan dengan KAYA dan UANG kita bisa juga memupuk modal ke akhirat!
Memang benar!
Tapi, yang di gaungkan selama ini (lebih tepatnya yang menjadi andalannya) adalah UANG dan KAYA. Gak percaya?? Coba dengar para motivator atau ketika diskusi mengenai bisnis, tetap kata-kata “Mau kaya, uang banyak, jadilah pengusaha” atau sejenisnya terlontarkan. Sedangkan urusan akhirat “efek samping dari itu.” Misalnya, “setelah kita banyak uang, kita lebih mudah berbagi dengan yang membutuhkan.” Lalu? Ketika tidak kaya apakah tak mudah untuk bisa saling berbagi? Bukannya Allah melihat siapa yang memberi dan sesuai kesanggupannya. Yang Miskin hanya bisa Rp. 1.000,- ribu, bisa bernilai Rp. 100.000,- bagi Allah. Dan, Rp. 100.000,- belum tentu bernilai lebih dari itu bagi Allah ketika yang memberinya orang yang mempunyai materi.
Jadi, berbicara bagi berbagi bukan berbicara Kaya dan Uang, melainkan berbicara mau atau tidak untuk berbagi.
Kalau saya runutkan Herarki dari itu semua, mungkin akan seperti ini :
1. Kaya dan Uang
2. Sedekah, bantu Fakir miskin, santuni anak yatim dan lain-lain.
Misalnya Rukun islam :
1. Mengucap dua Kalimah Syahadat
2. Menunaikan Shalat
3. .......
4. .......
5. .......
Dan rukun Islam, tak mungkin menjadi :
1. Menunaikan shalat
2. Mengucapkan dua kalimah syahadat
3. .......
4. .......
5. .......
Kilas Balik dari Sejarah yang tumbuh di Aceh (dulu)
Aceh dikenal hingga pelosok dunia salah satunya menjadi jalur perdagangan Internasional, dan juga wirausahanya yang berkembang. Tapi, terlepas dari panjangnya rentetan sejarah kejayaan itu, ada hal menarik dari pelaku usaha (saudagar), yaitu disamping mencari laba saat berdagang, mereka meniatkan berdagang sebagai ajang saling tolong menolong untuk menyuplai kebutuhan untuk masyarakat. Oleh karenanya, sistem yang di gunakan seakan 50 : 50 (dunia akhirat).
Bagaimana dengan Rasulullah??
Kalian mungkin lebih memahami sistem dagang yang Rasulullah SAW praktikkan sehingga Beliau menjadi Pengusaha sukses. Maaf, saya masih ala kadar! Tapi,, dari ala kadar yang saya ketahui, saya melihat dua hal yang cukup menarik, yaitu :
1. Masalah laba
Rasalullah SAW tidak mematok laba dari setiap barang yang beliau jual, melainkan berapa yang konsumen beri, beliau terima. Misalnya, ketika yang dijual adalah Buah yang harga pokok (modal) 1 Dirham, maka tidak ada patokan mendapat keuntungan Rp. 2 Dirham (Harga buah menjadi 3 Dirham). Akan tetapi, Beliau berkata jujur, kalau modalnya 1 Dirham dan berapa yang mau konsumen beli (asalkan tidak dibawah modal) beliau lepaskan, apakah 2 Dirham dan selainnya. Bahkan, dengan kejujuran ini, terkadang ada konsumen yang membeli dengan lipatan harga yang berlipat ganda.
2. Saling berbagi
Dalam kehidupan, tentu ada yang kaya dan yang miskin bahkan sangat miskin. Oleh kondisi sosial masyarakat demikian, Rasulullah SAW memberikan kemudahan bagi yang tak punya materi dengan memberi hutang dan tempo pembayaran ditentukan.
Namun, apa bila tempo pembayarannya telah jatuh dan konsumen tidak mampu membayar maka Rasulullah SAW akan mengiklaskannya. Tentu, disini syarat dan ketentuannya berlaku. Dimana, ia memang tak sanggup membayar dan yang dibelinya itu merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan.
Dan dua hal ini (banyak lagi lainnya) yang minoritas dimiliki oleh pengusaha. Sedangkan Mayoritas kebalikannya. Jadi wajar, ketika si miskin berhutang dan tak membayarnya maka pemilik usaha menagih-nagih. Atau, membicarakannya di belakang si miskin akan kejelekan si miskin yang tak sanggup membayar.
Oleh karenanya, sudah saatnya kita atau siapa saja tidak menjadikan “Mau kaya, uang banyak, jadilah pengusaha” sebagai motivasi untuk berwirausaha. Karena dampaknya secara tidak sadar, sungguh luar biasa “negative” . Hanya saja, kita tidak sadar.
Sudah saatnya kita membangun herarki :
1. Sedekah, bantu Fakir miskin, santuni anak yatim dan lain-lain
2. Kaya dan Uang
Bukan sebaliknya.
Mau dapat UANG dan KAYA, maka berbagilah, dan ini telah ditetapkan dalam Firman-Nya dan Sunnah Kekasih-Nya. Sedangkan Berwirausaha, hanya jalan untuk UANG dan KAYA. Karena, Mau kaya, uang banyak, jadilah pengusaha, tidak tertera dalam sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW).
--------------------------------------------------------------
Terlepas dari itu semua, ini hanya Opini yang saya bangun sendiri dari realita Motivasi calon Pengusaha adalah kebanyakan karena Uang dan Kaya.
--------------------------------------------------------------
Berkaitan dengan Laba dari Berwirausaha hingga Rp. 3 juta sd. Rp. 6 juta, saya ada tulisan yang bertajuk "Mau berbisnis? jangan Gengsi!" Sebuah tulisan hasil dari Wawancara dengan beberapa pelaku usaha yang sering kita abaikan, namun begitu mudah kita jumpai. Juga, ditambah dengan analisa “ala kadar.” InsyaALLAH, akan di Publish di lain kesempatan.
Penulis :
0 komentar:
Posting Komentar